TERASI UDANG

NAMA : ARDI ARDIYANA
NPM : 230110097002

Tulisan ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen mutu terpadu,

TERASI UDANG

SNI 2716.1 – 2009, SNI  2716.2 – 2009 dan SNI 2716.3 – 2009

            Terasi udang adalah produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan bahan baku yang mengalami perlakuan fermentasi. Bahan baku utama untuk membuat tereasi udang yaitu udang segar dan udang kering. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu udang rebon (Mysis Acentis).

Bahan baku kering secara organoleptik mempunyai karakteristik sebagai berikut. :

  • Kenampakan : utuh, bersih, warna spesifik jenis
  • Bau : Spesifik jenis
  • Tekstur : padat, kompak

Bahan penolong yang digunakan yaitu air dan es. Bahan utama lainnya yang digunakan adalah garam. Peralatan yang digunakan untuk mebuat terasi udang adalah alat penggiling, alat pengering, bak / ember plastik, keranjang plastik, meja proses, pengaduk dan timbangan. Persyaratan untuk peralatan dan perlengkap[an yang digunakan dalam penanganan terasi udang tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan pencemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih sebelum, selama dan sesudah digunakan.

Penanganan dan pengolahan untuk terasi udang adalah :

  1. Penerimaan bahan baku yaitu bahan baku \udang segar dan udang kering serta bahan lainnya. Bahan baku yang dietrima di uji secara organoleptik untuk mengetahui mutu secara cepat, cermat dan saniter. Bahan baku diberi kode dan diidentifikasi untuk kemudahan dalam penelusuran tracebillity  dan diperlukan sampai produk akhir.
  2. Sortasi. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang mutunya baik dan s\jenis yang sesuai spesifikasi. Udang dipisah dari ikan dan benda asig lainnya, dilakukan secara cepat, cermat dan saniter, untuk udang rebon segar supaya mempertahankan produk suhu produk antara 0– 5o C.
  3. Kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan air bersih secara cepat, cermat dan asaniter.
  4. Dilakukan Penirisan, bertujuan untuk mendapatkan udang rebon tiris dan sesuai spesifikasi. Udang rebon dimasukkan kedalam wadah keranjang hingga tiris dan dilakukan secara cermat dan saniter.
  5. Penimbangan, dilakukan untuk mendapatkan berat udng rebon guna menentukan konsentrasi garam.
  6. Penggaraman, udang rebon dimasukkan kedalam wadah kemudian ditaburi garam sesuai spesifikasi. Selanjutnya diaduk sampai homogen secara cepat, cermat dan saniter.
  7. Pengeringan I, udang rebon diletakan secara merata diatas alat pengeringan sampai setelah kering.
  8. Penggilingan I,  udang rebon digiling secra cepat cermat dan saniter di alat penggilingan.
  9. Fermentasi, udang giling dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat tanpa rongga udara dan diperam selama 11 – 12 jam pada suhu ruang.
  10. Pengeringan II, setelah di fermentasi udang rebon diletakan di alat pegeringan sampai setengah kering.
  11. Penggilingan II, terasi digiling secara cepat dan cermat.
  12. Pencetakan, setelah udang digiling yang kedua kalinya kemudian adonan uterasi udang ditimbang dan dilakukan pencetakan.
  13. Pengepakan, produk akhir terasi udang dimasukan kedalam kemasan selanjutnya dimasukkan kedlam master karton secara cepat cermat dan saniter sesuai label.

 

 

SEKOLAH BEM 2011

KELOMPOK 6

  • M. IBNU
  • WILDAN GHIFFARY
  • SARAH NUR AZIZAH
  • ARDI ARDIYANA

Napak Tilas BEM FPIK UNPAD

Wimanto (ketua BEM Pertama FPIK UNPAD)

Dia adalah pelopor BEM FPIK yang pertama, karena pada saat itu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan memisahkan diri dari Fakultas Pertanian. Boleh di kata bahwa BEM pada saat itu merupakan cerminan dan pencitraan BEM FPIK baik internal maupun eksternal.

Hilmi (Ketua BEM Kedua FPIK UNPAD)

Dalam masa jabatannya, ketua BEM yang satu ini memiliki semangat yang sangat besar, walaupun pada masanya tidak terdapat perubahan yang signifikan. Tapi dengan semangatnya dia, dapat menjalankan dan memeprthankan eksistensi BEM KEMA FPIK baik secara internal maupun eksternal.

Rama Muhammad Reza (Ketua BEM Ketiga FPIK UNPAD)

Dalam masa jabatannya sebagai ketua BEM FPIK, Ia memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memberikan suaranya dalam Pemilihan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Menurutnya mahasiswa mempunyai hak untuk memilih siapa yang layak untuk menjadi dekan fakultasnya sendiri. Tentunya mahasiswa tau betul dosen yang berkompeten untuk menjadi seorang Dekan Fakultas.

Asep Sahidin (Ketua BEM Keempat FPIK UNPAD)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan berhasil mencatat namanya dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan predikat menanam pohon mangrove sebanyak 20.000 pohon. Acara ini merupakan rangkaian dari acara SOE (Save Our Earth) yang merupakan proker dari divisi MIBA. Rencananya Acara SOE (Save Our Earth) ini terdiri dari empat rangkaian acara yaitu : Penanaman Pohon di gedung Dekanat FPIK, Restoking Ikan di Waduk Cirata, Penanaman Mangrove di Indramayu dan Transplantasi Terumbu Karang di Pulau Seribu. Namun karena singkatnya waktu pelakasanaan dari penanaman mangrove ke transplantasi, akhirnya Transplantasi terumbu karang tidak sempat dilaksanakan.

Lukmawan Turadarmarikma (Ketua BEM Kelima FPIK UNPAD)

Alur Kaderisasi sangatlah penting bagi terciptnya bakal calon pemimpin fakultas ke depan. Pada BEM periode ini dilaksanakan acara SCHOLAR yang merupakan terobosan baru untuk mempersiapkan bakal calon pemimpin kedepan. Dalam masanya dibentuk departemen – departemen baru yaitu Sekertaris Kabinet, Departemen Keuangan, dan Departemen Penalaran. Sekertaris kabinet membawahi biro keuangan, biro Administrasi Rumah Tangga (ART) dan biro Sumber Daya Mahasiswa dan Keorganisasian (SDMK).

 

 

 

Kondisi BEM FPIK Saat Ini

 

BEM saat ini banyak melakukan terobosan – terobosan baru, diantranya adalah mendirikan departemen – departemen yang mendukung untuk terciptanya kabinet yang lebih baik. Departemen yang didirikannya adalah Sekertaris Kabinet, Departemen keuangan, dan Departemen Penalaran. Dengan adanya sekertaris kabinet otomatis jalur adminitrasi tingkat fakultas menjadi berjalan dengan baik. Sekertaris kabinet membawahi biro keuangan, biro Sumber daya Mahasiswa dan Keorganisasian (SDMK) dan biro Administrasi Rumah Tangga (ART).

SCHOLAR (School Of Leadership and Managerial) merupakan salah satu proker BEM yang sangat menggebrak. Proker ini bertujuan menciptakan kader-kader yang handal dan berkompeten. SCHOLAR ini merupakan lanjutan dari alur kaderisasi KEMA FPIK UNPAD.

Pada pertengahan masa kepemimpinan BEM ini diadakan Reshuffle kabinet yang bertujuan untuk mengganti para pengurus yang memiliki kinerja yang kurang maksimal. Kemudian selain mengganti pengurus, diadakan juga penambahan pengurus, yang mana orang orangnya dipilih berdasarkan kapabilitas masing masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi BEM KEMA FPIK saat ini lebih baik daripada tahun sebelumnya meskipun banyak sekali cobaan dan rintangan.

 

SEKIAN.

HIDUP MAHASISWA!

SEJARAH EKONOMI PERIKANAN INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah hampir 2 juta km2 dan berpenduduk lebih 206 juta jiwa pada tahun 2000, memiliki potensi sumberdaya alam baik di laut dan di darat yang sangat besar. Di laut, Indonesia memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal). Berikut ini merupakan sejarah perkembangan perikanan di Indonesia.

1. Peradaban Kuno

Sejarah Ekonomi Perikanan Pada Zaman Mesolitikum
Peninggalan atau bekas kebudayaan Indonesi zaman Mesolitikum, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Kehidupannya masih dari berburu dan menangkap ikan. Bekas-bekas tempat tinggal manusia zaman Mesolitikum ditemukan di goa-goa dan di pinggir pantai yang biasa disebut Kyokkenmoddinger (di tepi pantai) dan Abris Sous Roche (di goa-goa).

Sejarah Ekonomi Perikanan Pada Zaman Neolitikum
Periode Neolithic (3000 – 2000 SM) penduduk asli Indonesia yang disebut sebagai Wajak hidup secara promitif dengan cara menangkap ikan dan berburu. Manusia Wajak adalah manusia modern (Homo Sapiens) yang fosilnya ditemukan di daerah Wajak, Jawa Timur. Manusia Wajak ini disebut sebagai manusia Homo Sapiens yang paling arkaik atau manusia modern paling kuno yang dalam perkembangannya melahirkan populasi aktual Selain itu, penangkapan ikan hiu juga telah dilakukan ribuan tahun silan oleh penduduk asli Indonesia terutama mereka yang berada di wilayah timur Indonesia.

Sejarah Ekonomi Perikanan Abad Ke 15 Dan 16 ( Etnis Bajo, Bajini ) 
Suku Bajo adalah salah satu suku laut yang dimiliki oleh Indonesia. Menurut tulisan perjalanan antropolog Perancis Francois Robert Zacot Orang Bajo: Suku Pengembara Laut Pengalaman Seorang Antropolog, dikatakan bahwa dari legenda Bajo Sulawesi Selatan suku ini dipercaya berasal dari sebutir telur. Ada juga legenda lain yang mengatakan bahwa di tempat orang Bajo dulu tinggal, banyak burung bertelur di atas pohon sehingga semua pohon tumbang dan menyebabkan banjir. Orang Bajo lantas memakai kayu pohon tersebut untuk membuat perahu agar bebas banjir. Inilah cerita yang mendasari kenapa orang Bajo lekat dengan sebutan manusia perahu (suku laut yang senang tinggal di Soppe).
Kelompok etnis yang disebut Bajini, Makassar, Bugis, dan Bajo merintis perdagangan tripang dan trochus untuk diperdagangkan dengan kelompok pedagang asal Cina. Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun, sejarah lebih mengenal suku Makassar, suku Bugis, atau suku Mandar, sebagai raja di lautan. Padahal, suku Bajo pernah disebut-sebut pernah menjadi bagian dari Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya.
Namun, terlepas dari dua legenda asal-muasalnya, suku Bajo telah terkenal sejak abad 16 sebagai sea nomads, yakni suku laut yang senang berpindah-pindah tempat. Mereka menyisiri lautan dengan rumah perahu mereka (Soppe) dan hidup di atas rumah perahu. Kegiatan sehari-hari seperti tidur, makan bahkan beranak-pinak mereka lakukan di atas rumah. Meski tak jarang juga mereka pergi ke daratan untuk berjualan hasil tangkapan laut. Bahkan, mereka telah lama terlibat dalam arus perdagangan internasional dengan menjual hasil-hasil tangkapan laut mereka, misalnya ke Australia.
Zacot mengatakan dalam bukunya, kehidupan setiap pelaut terutama Bajo merupakan jalinan dari berbagai keberangkatan, ketidakhadiran dan resiko. Bagi masyarakat Bajo, kehidupan sangat dinamis mulai dari pikiran yang bisa tiba-tiba berubah saat melaut, peran khusus anak-anak, jadwal yang menentukan kegiatan, rute-rute laut yang harus diperhatikan sampai tempat-tempat bermukim baru yang mesti ditemukan. Pola nomaden inilah yang kemudian tertanam dalam psikologis dari suku Bajo, bahwa kehidupan ibaratnya angin yang berubah-ubah.
Sejak abad ke 19 hingga tahun 1960 nelayan Bajau telah berlayar ke wilayah utara Australia untuk menangkap teripang tanpa adanya pengawasan daripemerintah Australia.

2. 1400an-1600an: “Age of Commerce”

Abad ke-7 dan ke-8 perdagangan telah menjadi ciri dari beberapa wilayah seperti di Selat Malaka dan Laut Jawa. Perkembangan ekonomi dan formasi negara bahkan sangat terkait dengan aktivitas ini. Hal tersebut juga tergambar dari hikayat yang berkembang yang menunjukkan hubungan dialektis antara penguasa dan pedagang.

Periode 1450-1680 menjadi periode emas ekonomi pesisir, atau Reid menyebut “age of commerce”. Puncak keemasan ekonomi nusantara merupakan hasil dari spesialisasi ekonomi yang tinggi (misalnya produk pangan untuk pasar domestik dan beberapa hasil pertanian, hutan dan hasil laut, serta emas untuk pasar global), jaringan perdagangan yang luas, merebaknya monetisasi dan urbanisasi. Bagaimana industri perikanan periode ini? Perdagangan mutiara dan kerang-kerangan cukup penting, namun keterangan Zuhdi tentang perikanan Cilacap yang hanya menggunakan alat tangkap sederhana dan nelayan mengolah hasilnya untuk dibarter dengan wilayah pedalaman menjadi panduan kondisi lain perikanan di era ini.

 3. 1800an-Pertengahan 1900an: Pasang – Surut Perikanan

Tarik-menarik politik pesisir dan pedalaman menandai maju-mundurnya peran ekonomi wilayah ini. Di Jawa misalnya, Houben membagi menjadi tiga periode yaitu :

1) 1600-1755 dimana terjadi perubahan orientasi politik dari pesisir ke pedalaman atau dari perdagangan ke pertanian yang ditandai naik-turunnya kekuasaan Mataram

2) periode 1755-1830 Jawa terpecah belah dan berakhir dengan perang. Belanda memanfaatkan momen ini melalui serial kerjasama pengembangan pertanian tanaman ekspor dengan para penguasa Jawa, sehingga tahun 1757 Belanda telah menguasai daerah pedalaman,

3) 1830-1870 merupakan periode menguatnya kolonialisme. Periode ini ditandai dengan diberlakukannya tanam paksa pada tahun 1830.

Untuk mendukung ekspor pemerintah membangun pelabuhan, namun pelabuhan yang tumbuh berkarakter menghisap potensi alam dan bumiputera. Keuntungan tanam paksa tidak diterima rakyat, tetapi oleh orang Eropa, pedagang China, importir dan eksportir selain pemerintah Belanda. Tanam paksa juga diperkirakan mendorong penurunan tampilan industri perkapalan. Sejak akhir 1800an perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan pertumbuhan spektakuler usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Bahkan, pada awal abad ke-20 Kota Bagan Si Api Api di mulut Sungai Rokan telah menjadi salah satu pelabuhan perikanan terpenting di dunia dengan kegiatan utama ekspor perikanan. Jawa dengan populasi 1/4 dari total penduduk Asia Tenggara pada tahun 1850 telah menjadi pasar terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi. Merujuk pada data van der Eng, kontribusi perikanan terhadap total PDB pada tahun 1880 dan 1890 mencapai di atas 2% atau tertinggi yang pernah dicapai perikanan dari seluruh periode antara 1880-2002.

Pasang-surut perikanan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, permasalahan ketersediaan sumberdaya, ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan monopoli garam oleh pemerintah dengan meningkatkan biaya sewa dari f6.000 pada tahun 1904 menjadi f32,000 di tahun 1910 menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun 1910. Tahun 1912 perikanan Bagan Si Api-Api telah mengalami kemunduran berarti. Hal yang serupa dan permasalahan pajak dan kredit juga terjadi di Jawa dan Madura. Permasalahan ekologi seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan perairan, serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong perikanan bergerak lebih jauh dari pantai.

Pertumbuhan industri perikanan periode 1870an sampai 1930an oleh Butcher disebut sebagai menangkap ikan lebih banyak dengan teknologi yang sama. Periode ini diikuti oleh perubahan teknologi dan perluasan daerah penangkapan sebagai akibat modernisasi perikanan dan semakin langkanya ikan di daerah pinggir (1890an-1930an). Peran nelayan Jepang dalam hal ini patut dicatat karena mereka masuk ke Indonesia dengan profesi salah satunya sebagai nelayan. Butcher  menilai nelayan-nelayan ini datang dengan dukungan subsidi pemerintahan Meiji yang sedang giat menggalakan industrialisasi. Teknologi perikanan yang lebih maju membuat nelayan Jepang mendapat keuntungan yang lebih besar dari exploitasi sumberdaya ikan.

4. Awal Kemerdekaan dan Akhir Orde Lama : Pertarungan Politik

Diantara wacana politik ekonomi perikanan dan kelautan adalah 1) perjuangan Konsepsi Archipelago sesuai deklarasi Desember 1957, 2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960, dan 3) perikanan sebagai salah satu “mainstream” pembangunan nasional.

Konsepsi archipelago diperkuat dengan UU No. 4 prp. 1960 tentang Perairan Indonesia, yang diikuti Keppres 103/1963 untuk memberikan pengertian lebih luas tentang lingkungan maritim. UU tersebut tidak hanya memperkokoh konsep wawasan nusantara, bagi perikanan perangkat kebijakan ini menguntungan karena secara prinsip kapal ikan asing tidak dibenarkan beroperasi di dalam lingkungan maritim Indonesia.

Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan di atur dalam UUPA (pasal 47 ayat 2). Walaupun sejarah penyusunannya tidak diwarnai debat antara konsep “kepemilikan bersama” dan “kepemilikan tunggal” sebagaimana di Jepang yang memperkuat konsep hak atas sumberdaya ikan dalam perundangan perikanannya, konsepsi ini menurut Saad memberikan ruang bagi pengakuan “kepemilikan tunggal”. Sayangnya, peraturan pemerintah yang dimaksud dalam UUPA belum atau tidak ditetapkan sampai saat ini dan juga tidak menjadi acuan lahirnya UU No. 9/1985 tentang perikanan ataupun UU Perikanan No. 31/2004.

Sejak ekonomi terpimpin dicanangkan di tahun 1959, bersama minyak bumi dan hasil hutan, perikanan menjadi harapan pengerak ekonomi nasional seperti tertuang dalam Perencanaan Pembangunan Delapan Tahunan yang disusun Dewan Perantjang Nasional (Depernas, sekarang Bappenas) di tahun 1961. Target pendapatan dari ekstraksi sumberdaya perikanan menurut Pauker mencapai US$ 500 juta, namun karena ekspektasi yang sangat berlebihan, target tersebut akhirnya direvisi menjadi US$ 12,5 juta dalam sidang kabinet.

Data yang dilaporkan Krisnandhi dapat menjadi acuan perikanan era ini. Setelah mengimpor ikan pada era awal kemerdekaan, produksi perikanan terus meningkat dari 320 ribu ton pada tahun 1940 menjadi 324 ribu ton pada tahun 1951, dan kemudian menjadi 661 ribu ton pada tahun 1965. Pertumbuhan produksi tertinggi 7,4% per tahun dicapai pada periode 1959-1965, namun produktivitas per kapal menurun dari 4 ton di tahun 1951 menjadi 2,8 ton pada tahun 1965. Produktivitas nelayan juga turun dari 1 ton menjadi 0,7 ton dalam periode yang sama. Basis perikanan pada era ini sepenuhnya di daerah pantai dan hanya sedikit industri perikanan modern yang berkembang.

5. Orde Baru: Terabaikan dan Dualisme Ekonomi Perikanan

Bagaimana perikanan di era ini? Produksi perikanan meningkat dari 721 ribu ton pada tahun 1966 menjadi 1,923 ribu ton pada 1986. Produksi ikan meningkat menjadi 3.724 ribu ton tahun 1998. Setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam periode peralihan (1966-1967), laju pertumbuhan produksi perikanan meningkat dari 3,5% (1968-1973) menjadi 5,3% per tahun (1974-1978). Periode berikutnya pertumbuhan produksi perikanan cenderung menurun (Tabel 2). Produktivitas perikanan dalam era ini walaupun tumbuh dengan laju yang berfluktuasi (khususnya kapal), secara nomimal meningkat dari rata-rata 4,3 ton/kapal periode 1974-1978 menjadi 8,4 ton per kapal periode 1994-1998.

Motorisasi perikanan merupakan salah satu penyebab peningkatan produksi sektor ini. Tahun 1966 motorisasi hanya meliputi 1.4% dari total armada perikanan sebanyak 239.900 unit, menjadi 5,8% pada tahun 1975, dan mencapai 16% dari total armada pada tahun 1980. Pada tahun 1998 armada perikanan bermotor telah mencapai 45,8% dari total sebanyak 412.702 unit, namun data tahun ini menunjukkan hanya 21% berupa kapal motor (“inboard motor”), dan bagian terbesar adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Dengan demikian, basis perikanan masih dominan di wilayah pantai.

Konflik antara perikanan skala besar dan skala kecil mewarnai sejarah perikanan laut orde baru sebagai akibat dualisme struktur perikanan. Dualisme perikanan ditunjukkan oleh Bailey pada dua kasus penting yaitu:

1) introduksi trawl dan purse seine,

2) pengembangan budidaya udang. Kasus trawl menguatkan tesis Hardin tentang tragedi sumberdaya kepemilikan bersama.

Ketika nelayan skala kecil dengan produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar (trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38 ton/unit di tahun 1980, respon nelayan skala kecil adalah melawan dengan berbagai cara termasuk menggunakan bom molotov. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia terhitung mulai 1 Januari 1983.

6. Pasca Reformasi : Harapan menjadi “Prime Mover”  

Struktur perikanan laut di era terakhir ini juga belum banyak bergeser dimana perikanan skala kecil masih dominan yang ditunjukkan oleh 75% armada perikanan adalah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. Produksi perikanan dalam periode 1999-2001 tumbuh 2,5% per tahun, sedangkan armada perikanan mulai tumbuh terbatas yaitu di bawah 1% per tahun. Pertumbuhan nelayan lebih tinggi dari armada perikanan dan mendekati pertumbuhan produksi (2,1%).

Jika periode ini dibandingkan periode sebelumnya (1994-1998), produksi perikanan tumbuh lebih rendah (2,5%), demikian juga produktivitas kapal baik secara nomimal maupun laju pertumbuhan. Rata-rata produktivitas perikanan periode 1994-1998 mencapai 8,4 ton/kapal dan 1.7 ton/nelayan turun menjadi 8,3 ton/kapal dan 1,5 ton/nelayan periode tahun 1999-2001. Laju pertumbuhan produktivitas kapal mencapai 3,0% periode 1994-1998, turun menjadi 1,6% periode 1999-2001.

Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN tahun 2000-2005, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan meningkat sangat pesat dari Rp 52 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 450 miliar pada tahun 2003. Dibanding tahun sebelumnya, PNBP 2004 turun menjadi Rp 282,8 miliar (di bawah target Rp 450 miliar) dan diperkirakan target PNBP sebesar Rp 700 miliar pada tahun 2005 juga tidak tercapai karena belum optimalnya perjanjian bilateral dengan Cina, Filipina dan, Thailand. Kondisi ini menjadi satu tantangan bagi sektor perikanan dan kelautan untuk menjadi salah satu “the prime mover” atau “mainstream” ekonomi nasional.

7. Sejarah Ekonomi Perikanan Pada Abad Ke 20
Pada abad ke 20, perairan Indonesia memiliki tidak kurang dari 1.500 sampai 2.000 jenis ikan, khususnya Laut Jawa mempunyai potensi; yaitu 738,320 ton/tahun untuk ikan demersal dan 624,840 ton/tahun untuk ikan pelagic. Oleh karena itu, di sepanjang pantai utara Jawa dan Madura sudah lama dikenal daerah-daerah yang mempunyai banyak ikan, dengan beraneka jenis.Di samping kekayaan ikan, aneka biotik laut dan lingkungan alam juga menjadi faktor yang turut menentukan berlangsungnya usaha penangkapan. Bahwa pantai utara Jawa dengan pantai yang landai, berlumpur, banyak muara sungai, menjadikan banyak tempat di sepanjang pantai dapat digunakan sebagai tempat pendaratan ikan.
Demikian juga dengan dua angin muson yang berlangsung secara teratur dalam setiap tahunnya, menjadikan nelayan di kawasan ini sudah sejak lama meng gunakan perahu yang dilengkapi dengan berbagai macam alat tangka.

 

*(diajukan dan ditulis ketika saya harus mengerjakan tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Perikanan)

*untu referensinya maaf saya tidak cantumkan,, karena saya lupa lagi,,, heheheh,,,  mhoon maaf dan selamat membaca..

 

BIOTEKNOLOGI PERIKANAN

JAWABAN TUGAS BIOTEKNOLOGI PERIKANAN

NAMA            : ARDI ARDIYANA

NPM               : 230110097002

1. Jelaskan peranan mikroba dalam bidang bioteknologi perikanan ?

Jawab : bioteknolgi pada bidang perikanan adlah bioteknologi yang lebih ditekankan khusus pada bidang perikanan. Peranananya sanagat luas dimulai dari reakayasa media budaidaya perikanan hingga sampai pada pasca panen hasil perikanan. Pemanfaatan mikroba pada budidaya telah terbukti mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Pada tahap pasca panen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui proses transformasi biologi sehingga menghasilkan produk yang aman utk dkonsumsi dan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Contoh contoh produk dalam bidang perikanan yang dihasilkan melalui konsep dan prinsip bioteknologi dengam menggunakan mikroba. Seperti peda, kecap ikan dan terasi ikan

2.      Sebutkan dan jelaskan rekayasa yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi ?

Jawab : Dengan menggunakan teknik transgenik pada ikan yang telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada organisme hidup lainnya. serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi telur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu:
1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur.
2) Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi.
3) keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.

3.      Sebutkan salah satu produk perikanan yang memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi.  Jelaskan peranan mikroba dalam proses produksinya?

Jawab : terasi ikan.  Mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan terasi yaitu bakteri Lactobacillu dan bakteri mesofil.  Mikroorganisme dimanfaatkan untuk mengubah laktosa menjadi asam laktat, Mikroorganisme digunakan  pada saat pematangan yaitu dalam proses pembentukan aroma khas terasi.

SANTOLO IS PRIVATE BEACH

 

Ketika kejenuhan datang dalam hidup kita.

maka salah satu jalan dan cara untuk menghilangkannya adalah refreshing,

nah.. pantai santolo bisa menjadi salah satu alternatif tman tman untuk liburan… 🙂

 

pantai santolo terletak di daerah garut selatan..

yaitu ada yang berada di kecamatan cikelet dan kecamatan pameungpeuk garut.

perbedaan letaknya, atau yg menjadi pembatas adalah sebuah muara sungai.. 🙂 🙂

kalo dari bandung, mngkin perjalanan menuju pantai santolo ini bisa mencapai 5-6 jam ( waw,, jauh juga yah…)

itu mngkin sangkaan pertama kali bnyak org…

tapi perjalanan yg jauh dan melelahkan itu bisa terobati, dari perjalanan menuju pantai santolo itu,, karena berjuta keindahan tercipta dsana.. 🙂

dan setelah dipantai santolo tman tman bisa juga menikmati keindahan pantai yang sangat indah,, dengan pasir putih yang

terbentang sepanjang pantai.. 

 

nah..

selain pasir putih yang indah, ombak pantai selatan yang sangat deras,, tman tman juga bermain ke suatu pulau.. yang mana perjalanannya tidak jauh.. sekitar 3 menit.. tman tman bisa nyampe ke pulau itu…

terdapat keunikan dan perbedaan antara pantai santolo dan pulau santolo… 🙂

kalo di pantai santolo itu,,pasir putih memanjang,, tanpa karang karang besar,,

sedangkan di pulau santolo banyak dan dominasi karang karang besar di pantai,,, tapi tetap.. pasir putih menjadi yang paling numbero uno…

hahahah 🙂 :p

 

 

nah itu dia perbedaanya,, jelas kan…

lebih jelas lagi kalo tman tman langsung menikmati secara langsung…

budget yang dbtuhkan kesana gak perlu besar..

apabila tman tman dari bandung.. ongkos naik mobil umum, paling mahal itu Rp. 80.0000 pulang pergi..

nah makan dan penginapan mah,, santai.. tman tman bisa tdur,, di tepi pantan dengan mendirikan tenda,, kalo mkan gak mahal mahal ko.. jadi dengan budget 200 ke atas.. sudah bisa bertahan hidup…

hahahahah 🙂 🙂

nah,, mngkin bisa mnejadi rekomendasi tman tman.. buat tempat selanjutnya.. yaitu santolo beach…

 

 

 

 

nah itu tman tman…

tapi kita tetp ingat,, jangan pernah merusak bumi kita….

jagalah kelestarian dan keindahannya…

🙂

 

NEGERI SEJUTA KEINDAHAN

Perjalanan paling wah, menyesatkan dan paling amazing di taun 2010.. hahahaha  🙂 lebay.

tapi benar benar mengejutkan, dibarengi dengan orang orang yang sangat temew… hehehe 🙂

perjalanan ini sangat mendadak, dan bahkan tidak ada rencana sedikit pun…

tapi banyak sekali kejutan loh…

kita awali keberangkatan kita dari bandung dan tujuan kita dalah sebuah daerah yang sanagt terpencil, di garut, yaitu PAMEUNGPEUK. sebuah kota yang sangat terpencil di garut selatan..

nah kita awali perjalan ini… banayak sekali kejadian yang sanagt tegang, lucu, dll di perjalanan kita.. dan yang pastinya tak lupa kita foto foto.. hahahah..

kita menyempatkan dulu untuk mendaki gunung papandayan, meskipun pada saat itu sedang rame ramenya MAU MELETUS,, dengan gagah beraninya para pemuda ini mendaki.. meskipun awal awalnya naik motor. hahahah 🙂

 

nah itu dia PERJALANAN KITA DI PAPANDAYAN…

eiiits.. blum abis nih.. masih setengah dari perjalanan kita..

kita lanjut menuju pantai santolo….

di perjalanan kita menemukan banyak sekali keindahan… amazing lah….. hahahha 🙂

 

 

NAH GMNA PEMANDANGGANYA..? hahahaha 🙂

sbenrnya masih bnyak yang lainnya yang lebih indah…

setelah itu kita ngelewatin daerah yang namanya gunung gelap.. dari namanya juga sudah aneh,,, hahaha.. tapi skrg sudah tidak gelap lagi.. karena sudah banyak rumah rumah..

perjalanan ini lumayan jauh dengan jalan yang berkelok dan membelok… hahaha..kaya usus manusia deh… hahahha…

dan akhirnya kita sampai ditempat tujuan yaitu.. PAMEUNGPEUK,  namun karena kita kemalaman jadi kita ngnep deh drumah saya… hahahha (asli orang mancagahar)

bsok paginya kita langsung pergi ke pantai…

pantai yang beklum sekali terjamah dan terekploitasi… mantaplah pkonya mah… dengan pasir putih membentang sepanjang pantai…

yaitu pantai dan pulau santolo.. namun pada saat itun kita lebih memilih ke pulau santolonya,,,

gak jauh ko,,, ckup dengan meyebrang naik perahu,, yah sekitar 10 meter lah..

hahaha .. 🙂 🙂

nah sesudah itu smapailah kita di pulau santolo..

 

dsini terdapat bnyak sekali karang karang yang besar,, namun pas sekali buat foto foto.. jadi mantap deh…

kita jalan dulu.. ke sebuah tempat yang mana banyak sekali org mnyebutnya privat beach.. hahah 🙂

 

nah gmna…?

mantap kan.. hahahha.. :p

nggak sampai dsanan saja perjalanan kita,,

ga enak donk kalo sampai pantai gak mkan bakar ikan dan sambal khas mancagahar,,,

hahahhaha… 🙂 🙂

makaaan dulu deh jadinya kita,,, yah sambil istrahat juga,,,

 

yah sudah makan dan istirahat .. kita lanjutin lagi deh perjalanannya…

dsini nih perjalanan yang sesungguhnya,,, dengan menyusuri pantai garut selatan menuju bandung…

banyak sekali pemandanggan yang bisa kita lihat..

mulai dari sungai, sawah, pantai dan banyak sekali…

 

sesudah perjalaln ini.. kita mandi disungai.. hahahha…(maklum dua hari kagak mandi )

 

 

nah perjalanan tidak samapi dsini saja…

setelah inilah petualangan yang sebenarnya… tapi sayangnya saya gak bisa nyebutin nama daerahnya.. silahkan tman tman berimajinasi sendiri.. dengan bnayk sekali air terjun… dan ini bnar bnar negri impian dan negri khayangan…

hahahhaha …

sebenernya perjalalan dari sini masih jauh. masih sekitar 4 jaman lagi.. hahahah (lebih kali yah)

tapi dua hari ini kita bner bner sudah melewati gunung, laut, sungai, dan bnyak sekali…

begitu indahnya ciptaan tuhan ini.. mari kita jaga baik baik….

 

SELAMAT MENCOBA DAN JANAGN LUPA..

JANGAN PERNAH MERUKSAK BUMI KITA….

 

 

BINA DESA UNPAD 2011

APA ITU BINA DESA UNPAD ?

BINA DESA UNPAD adalah salah satu proker Departement PKM BEM KEMA UNPAD yang bergerak dibidang pengabdian kepada masyarakat, Bina desa unpad  bukan program kerja yang hanya dilaksanakan selama sehari atau dua hari saja, melainkan continue selama 1 periode kepengurusan BEM KEMA UNPAD.

 

TUJUAN  DIADAKAN BINA DESA UNPAD 2011 ?

BINA DESA UNPAD diadakan untuk memajukan dan mengembangkan potensi potensi yang ada di desa binaan.

BINA DESA UNPAD 2011 adalah Bina Desa lanjutan daripada tahun tahun sebelumnya. BINA DESA UNPAD diadakan di desa Sindangsari, Kecamatan Sukasari, Sumedang. Tahun pertama diadakan pada tahun 2009  yang mana pada tahun itu adalah tahun perkenalan Bina Desa Unpad dan mencari potensi potensi yang bisa di kembangkan di desa. Pada tahun kedua yaitu tahun 2010 yang mana pada tahun itu adalah tahun pengembangan potensi potensi di desa sindangsari. Dan untuk tahun yang ketiga adalah tahun kemandiriannya. Jadi pada tahun ketiga ini adalah follow up atas kegiatan kegiatan sebelumnya dan melengkapi kekuranggannya.

ADA APA AJA SIH

DI BINA DESA UNPAD 2011 ?

BINA DESA UNPAD 2011 memilki 3 divisi yang mana sesuai dengan aspek aspek yang dimajukan di suatu desa:

1. DIVISI EKONOMI,

DIVISI ini bertujuan untuk mengembangkan perekonomian di desa sindangsari, baik dari segi pertanian, perikanan dan home industri. pada tahun tahun sebelumnya divisi ekonomi telah melaksanakan proker proker sebagai berikut :

  • PERTANIAN : Pada tahun tahun sebelumnya telah mengadakan pelatihan pembuatan pupuk bokashi, rodentisida, dan perbanyakan jamur antagonis, proker di pertanian kita sebut PAHAT RINGAN.
  • PERIKANAN : Pada tahun tahun sebelumnya di bidang perikanan telah mengadakan pelatihan pemijahan ikan lele dengan menggunakan meggunakan hypofisa kepala ayam, dan pelatihan pembuatan pakan alternatif ( pelet ikan ).
  • HOME INDUSTRI : mengadakan pelatihan pembuatan dodol pisang (demo masak), dan memasarkan produk dodol ke pasaran yang lebih luas.

 

2. DIVISI KESEHATAN,

Divisi kesehatan, tentu saja, memajukan di bidang kesehatan. Program kerja yang telah terlaksana di tahun tahun sebelumnya adalah penyuluhan sikat gigi untuk anak-anak SD, senam ibu hamil yang dilaksanakan setiap bulannya, dan pelatihan tanaman obat.

 

 

3. DIVISI PENDIDIKAN,

Divisi Pendidikan, ditujukan untuk mengembangkan aspek pendidikan di desa. Program kerja yang menjadi fokus pengembangan divisi ini adalah pada pengembangan majalah dinding di sekolah-sekolah di desa, kemudian pengembangan perpustakaan di sekolah-sekolah, dan yang pernah dilakukan adalah seminar mengenai cara mendidik anak bagi orangtua-orangtua.

 

Itu adalah proker proker yang telah dilaksanakan pada tahun tahun sebelumnya…

nah untuk tahun sekarang apa saja….???

itu semua kita pikirkan bareng bareng nanti di kumpul BINA DESA UNPAD 2011 .

Kumpul perdana  di informasikan selanjutnya …

 


 

TERIMA KASIH ….

BERSATU DAN BERSAMA KITA BISA.

DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP KERJA,

KERJA IKHLAS,

KERJA CERDAS,

DAN KERJA KERAS.

Jawaban Soal -Soal UTS

1. Tiga Tahapan Utama mengidentifikasi Mikroba :

  • Karakter Perumbuhan

Pada tahapan ini ada beberapa jenis yaitu, karakterfisik, karakter kimiawi dan karakter biologis.

  • Morfologi

Kita dapat mengidentifikasi mikroba dengan cara melihat morfologi mikroba, sehingga kita mengetahui jenis mikroba itu.

  • Buku Refernce

Setelah melihat morfologi maka buku reference sangat berperan, sehingga kita menyamakan mikroba yang sedang kita identifikasi dengan buyku reference.

2. Media diperkaya adalah media yang sengaja ditambahkan baik nutrient atau pun mikro nutrient sebagai media pertumbuhan mikroba. Medi in juagf mengandung beberapa komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba. Media dipoerkaya juga bersifat selektif untuk mikroba tertentu.

3.  Empat tahapan pertumbuhan mikroba :

  • Fase Lag

Pada fase ini, Mikroba mengalami awal inokulasi, tidak mengalami pembelahan sel, namun volume dan bobot mikroorganisme bertambah, pada fase ini terjadi sintesa enzim, protein dan RNA, dan setelah adaptasi terjadi peningkatan aktivitas metabolk bakteri.

  • Fase Eksponensial

Pada Fase eksponensisal terjadi pembelahan sel, yang mana fase ini adalah fase pertumbuhan bakteri. Pada fase ini juga terjadi waktu generasi.

  • Fase Stasioner

Pada fase ini , kecepatan membelah diri mikroba menurun, hal ini terjadi karena adanya faktor pembatas, dan pada fase ini jumlah bakteri  dari preoses pertumbuhan sama dengan bakteri yang mati.

  • Fase Kematian

Pada fase ini mikroba mengalami penurunan populasi. Hal ini terjdi karena jumlah pakan berkurang.

 

Fase yg sering digunakan pada saat pengawetan atau pengolahan adalah fase lag. Karena pada saat ini mikroba sedang tidak menagalami pembelahan atau pertumbuhannya. Karena kalo pada saat fase eksponensial, mikroba pada saat itu sedang menalami pertumbuhan yg sangat cepat.

4. Mkhluk Hidup yang tergolong mikroba :

  • Bakteri

Bakteri termasuk salah satu jenis mikroba, karena bakteri tdak dapat dilihat secara langsung oleh mata terbuka melainkan haru menggunakan microscopt. Dalam kata ain baketri termsuk makhluk hidup mikroskopis.

  • Jamur

Jamur adalah mikroorganisme yang tidak mempunyai khlorofil, sehingga jamur tidak bisa melakukan proses fotosintesis.,

  • Khamir

Khamir adalah jamur bersel tunggal. Khamir ini memilki cirri ciri seperti bebenmtuk panjang, bulat dan lonjong serta memilki ukuran yang lebih besar dari bakteri.

  • Virus

Virus adalah mikroorganisme yang mana banyak merugikan daripada menguntungkan. Jamur hanya dapat berkembang biak apabila ia telah menempel pada inangnya yaitu makhluk hidup lain.

 

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS TERHADAP KEBERADAAN IKAN


  1. 1.
    SUHU

Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C.  Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik.

Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :

  • Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya.
  • Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
  • Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.

Sesuai apa yg dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar organisme laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air sekitarnya), oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu laut secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi 4 zona biogeografik utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan beriklim sedang dingin. Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim.

 

 

 

 

 

 

 

 

Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi 425, 2005). Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu maka resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti itu, ada juga beberapa ikan yang mampu hidup suhu yang sangat ekstrim.

Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30°C adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan, memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26°C, Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C.

2. SALINITAS

Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000 gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik menga1ami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.

Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :

  1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
  2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
  3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.

Distribusi salinitas permukaan juga cenderung zonal. Air laut bersalinitas lebih tinggi terdapat di daerah lintang tengah dimana evaporasi tinggi. Air laut lebih tawar terdapat di dekat ekuator dimana air hujan mentawarkan air asin di permukaan laut, sedangkan pada daerah lintang tinggi terdapat es yang mencair akan menawarkan salinitas air permukaannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya. Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer method). Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o – 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

Salinitas dipengaruhi oleh massa air oseanis di bagian utara hingga bagian tengah perairan, dan massa air tawar dari daratan yang mempengaruhi massa air di bagian selatan dan bagian utara dekat pantai. Kondisi ini mempengaruhi densitas ikan, dan kebanyakan kelompok ikan yang ditemukan dengan densitas tinggi (0,9 ikan/mł) pada daerah bagian selatan dengan salinitas antara 29,36-31,84 ‰, dan densitas 0,4 ikan/mł di bagian utara  dengan salinitas 29,97-32,59 ‰ . Densitas ikan tertinggi pada lapisan kedalaman 5-15 m (0,8 ikan/mł) ditemukan pada daerah dengan salinitas ≥31,5 ‰ yaitu pada bagian utara perairan. Dibagian selatan, densitas ikan tertinggi sebesar 0,6-0,7 ikan/mł ditemukan pada daerah dengan salinitas ≤30,0 ‰. Pola pergeseran nilai salinitas hampir sama di tiap kedalaman, dengan nilai yang makin bertambah sesuai dengan makin dalam perairan. Pada lapisan kedalaman 15-25 m, kisaran salinitas meningkat hingga lebih dari 32 ‰, dan konsentrasi densitas ikan ditemukan lebih dari 0,4 ikan/mł dengan areal yang lebih besar pada konsentrasi salinitas ≤31,5 ‰. Konsentrasi ikan yang ditemukan pada daerah dengan salinitas ≥32,0 ‰, yaitu di bagian utara perairan sebesar 0,2-0,3 ikan/mł.

Pada lapisan kedalaman 25-35 m dan 35-45 m dijumpai kisaran salinitas yang hampir sama yaitu 31,43-32,53 ‰ dan 31,77-32,73 ‰, dengan distribusi densitas ikan lebih banyak ditemukan pada daerah dengan salinitas 32,0-32,5 ‰ yaitu sebesar 0,1-0,8 ikan/mł, dan kelompok ikan dengan densitas lebih kecil dari 0,1 ikan/mł banyakditemukan pada perairan dengan salinitas ≤32,0 ‰. Pada lapisan kedalaman 35-45 m, konsentrasi densitas ikan makin berkurang. Densitas tertinggi di lapisan ini hanya sebesar 0,17 ikan/mł, atau rata-rata densitas ikan yang ditemukan di bawah 0,1 ikan/mł. Hal ini sesuai dengan ukuran ikan yang terdeteksi, yang umumnya merupakan ikan-ikan berukuran kecil. Dimana lebih condong terkonsentrasi pada daerah permukaan dan dekat pantai.

Dari data diatas saya dapat menyebutkan bahwa salinitas air laut pun ditentukan pula dengan kedalamannya, karena kedalaman air laut dapat membedakan salinitas.

 

INOKULASI MEDIA CAIR

Media cair adalah media yang tidak mengandung agar. Media cair yang dipakai ialah kaldu yang disiapkan sebagai berikut. Kepada 1 liter air murni ditambahkan 3 g kaldu daging lembu dan 5 g pepton. Pepton ialah protein yang terdapat pada daging, pada air susu, pada kedelai, dan pada putih telur. Pepton mengandung banyak N2, sedang kaldu berisi garam-garam mineral dan lain-lainnya lagi. Medium itu kemudian ditentukan pHnya 6,8 sampai 7, jadi sedikit asam atau netral; keadaan yang demikian ini sesuai bagi kebanyakan bakteri. Kaldu seperti tersebut di atas masih perlu disaring untuk kemudian dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi atau botol-botol. Penyaringan dapat dilakukan dengan kertas saring. Setelah tabung atau botol berisi medium kaldu tersebut disumbat dengan kapas, dapatlah mereka dimasukkan ke dalam alat pensteril (autoklaf).